Friday, May 21, 2010

Ketakutan Chika


Griya, 02 Maret 2010
12:52:26 WIB

Setiap orang pasti mempunyai satu ketakutan yang mendalam terhadap sesuatu. Takut terhadap kematian, takut jatuh miskin, takut ditinggal pacar, takut suami selingkuh, takut tidak bisa lulus ujian, takut terhadap ular, takut ketinggian, takut bertemu hantu, dan takut-takut yang lain yang mungkin saja bagi beberapa orang ketakutan itu hanyalah ilusi semata, yang sebenarnya tidak perlu ditakuti.

Lalu ketakutan apakah yang paling di rasa oleh seorang Chika?

Orang pendiam….

Ketika bertemu pertama kali dengan seseorang yang mempunyai sifat pendiam, tidak bisa diketahui dengan pasti bagaimanakah sifat dia sebenarnya. Apakah dia mempunyai sifat yang baik hati, pemaaf, tidak mudah tersinggung, pemarah, atau apapun itu. Kecuali kalau anda adalah seorang peramal yang dengan mudah mengenali karakter seseorang hanya dengan melihat wajahnya saja atau dari telapak tangannya.

Karena tidak bisa menebak bagaimanakah karakter seseorang yang pendiam itulah yang menyebabkan saya sulit untuk menentukan sikap terhadapnya. Belum tentu ketika saya bersikap ramah dia akan bisa menerimanya, atau ketika saya bersikap diam takutnya malah dikira sombong. Serba salah. Saya sadar bahwa hal seperti ini sebenarnya bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan, dan pasti anda pun akan berfikir saya bersikap seperti anak kecil yang ketakutan ketika bertemu dengan orang asing. Iya saya akui itu.

Tapi tahukah anda sebenarnya ketakutan terbesar apakah yang saya alami bila bertemu dengan makhluk yang bernama “diam” ini?

Bila seseorang itu adalah orang yang sudah saya kenal karakternya bahkan saya sayangi, entah itu teman, sahabat ataupun saudara, tentu saya tahu bagaimana harus bersikap terhadap mereka. Sebenarnya saya sangat fleksibel dalam berteman. Saya cenderung bisa menyesuaikan sikap dengan karakter mereka apapun itu. Hanya saja bila kemudian suatu hari mereka bersikap tidak sesuai dengan kesehariannya lalu menunjukkan sikap ‘diam’ terhadap saya, itulah ketakutan terbesar saya.

Saya tidak bisa menebak apapun fikiran mereka, walaupun saya sudah cukup mengenal karakter mereka. Apakah mereka marah, sedih, kecewa, atau bahkan baik-baik saja. Saya tidak pernah mengerti atau memahaminya. Jika mereka marah, saya lebih suka mereka melampiaskan kemarahan mereka terhadap saya dengan memarahi saya. Bila mereka kecewa atas sikap saya, langsung katakan saja kepada saya. Atau bila mereka sibuk dengan kegiatan mereka sehingga tidak mempunyai waktu untuk melayani ‘keingintahuan’ saya, just say it. Itu lebih baik daripada harus menebak-nebak sesuatu yang belum tentu benar.

Hal seperti ini bila berlangsung lama bisa membuat saya gila. Serius. Saya tidak pernah bisa mengerti mengapa orang tidak bisa menyalurkan perasaan mereka jika mereka marah, sedih ataupun kecewa. Ya mungkin segala sesuatu tidak harus diungkapkan. Mungkin dengan diam kadangkala lebih manjur untuk membuat seseorang sadar. Tapi tidak bagi saya. Justru diam membuat saya semakin tidak mengerti. Ketidakmengertian saya bisa membuat segalanya menjadi salah paham. Dan hal inilah yang membuat saya semakin ketakutan.

Saya sangat peduli dengan perasaan mereka. Sungguh. Karena itulah saya takut. Saya takut tidak bisa menjadi seseorang yang bisa mereka andalkan. Saya takut saya tidak bisa memenuhi harapan mereka. Saya takut saya tidak bisa menjadi seseorang yang berguna bagi mereka. Yang pada akhirnya saya takut saya hanya akan menjadi beban buat mereka.

Sungguh jika anda benar-benar sayang sama saya, tolong jangan sakiti saya dengan bersikap ‘diam’. It’s killing me softly… Saya tidak peduli orang menganggap saya ‘lebay’, ‘cengeng’, ‘childish’ or whatever it is. This is me. And I’m proud to be me.

0 comments:

Post a Comment